TEMPO.CO, Padang - Gempa berkekuatan 6,2 skala Richter yang berpusat di Bener Mariah, Aceh, Selasa lalu, disebabkan patahan sesar Semangko. Hal ini memicu aktivitas seismik di kawasan Sumatera Barat yang dilalui patahan Sumatera ini.
"Dampak langsung secara fisik dan reaksi spontan memang tak ada. Namun, patahan Sumatera mempengaruhi kegempaan di beberapa kawasan di Sumatera Barat," ujar Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumatera Barat Ade Edward.
Menurut Ade Edwar, di sepanjang Bukit Barisan, garis lurus jalur patahan Sumatera itu ada 19 segemen dari Lampung hingga Aceh. Empat di antaranya ada Sumatera Barat, seperti Sianok, Sumani, Sumpur dan Suliti. "Segmen itu saling menyambung. Satu bergerak, yang lain akan berentet ikut bergerak dan berguncang. Sumatera Barat menunggu giliran," ujarnya.
Kata Ade, dengan adanya gerakan di Aceh, kemungkinan akan bergeser ke Sumatera Barat. "Potensi gempa tektonik itu ada di Sumpur dan Suliti," ujarnya.
Segmen Suliti meliputi Alahan Panjang, Surian, Muara Labuah Kabupaten Solok Selatan. Membujur sepanjang 60 kilometer. Lalu, Segmen Sumpur, sepanjang Bukittinggi, Palupuah, Bonjol, Lubuk Sikaping, Panti dan Rao. "Sudah 150 tahun belum ada gempa di segmen Sumpur. Sementera, gempa terakhir di segmen Suliti terjadi sekitar 1943 dan merusak," ujarnya.
Jika terjadi gempa di dua segmen itu, kata Ade, kemungkinana akan serupa dengan Bener Meriah. ?スBisa saja kekuatan gempanya mencapai 7 SR. Apalagi dua segmen itu menyimpan banyak energi," ujarnya.
Sementara, energi di segmen Sianok dan Sumani sudah berkurang. Setelah adanya gempa berkekuatan 6,3 SR pada Maret 2007. Yang menyebabkan, kerusakan dan korban jiwa yang cukup banyak.
Patahan ini bergeser sekitar 23 milimeter setiap tahun akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia. Sehingga, menyebabkan bagian darat Sumatera bergeser ke utara dan bagian timur ke selatan. Dalam 100 tahun terakhir, sekitar 20 gempa besar dan merusak terjadi di patahan ini.
Gempa darat biasanya, juga diiringi dengan bencana longsor. Menurutnya, hal ini lah yang mestinya diwaspadai. Apalagi bagi masyrakat yang tinggal di lereng bukit. "Itu sangat berbahaya. Kebanyakan masyarakat yang berada di kawasan Segemen Sumpur dan Suliti itu tinggal di kawasan perbukitan," ujarnya.
Apalagi, saat ini di atas Segmen Suliti ada banyak permukiman yang pada umumnya berdiri rumah permanen. Menurut Ade, gempa darat lebih merusak dibanding gempa laut. Pasalnya, lebih dangkal dibanding gempa laut.
Seharusnya, pemerintah menata kembali kawasan pemukimam. "Bagi yang tinggal di lereng bisa dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Sebab resiko di lereng lebih besar. Jangan mereka nanti terkubur akibat longsor yang diguncang gempa" ujarnya.
ANDRI EL FARUQI